Wednesday, January 01, 2014

2.Dasar dasar Psikoakustik (Basic of Psychoacoustic)_Part I





Dasar dasar Psikoakustik


Bunyi dapat di pandang sebagai gelombang mekanik yang berosilasi di udara atau medium lain nya.Dalam hal ini ,bunyi di pandang sebagai stimulus atau perangsang.
Bunyi juga dapat di pandang sebagai mekanisme pendengaran yang di terjemahkan oleh otak kita sebagai suara.Dalam hal ini ,bunyi di pandang sebagai reaksi terhadap rangsangan.
Di dalam audio engineering, kita wajib mempelajari bagaimana reaksi mekanisme pendengaran kita terhadap rangsangan bunyi.Dan ini lah yang di sebut sebagai Psikoakustik.
Hal tersebut di pandang penting, karena semua teknologi tata suara di ciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.Secara garis besar, telinga manusia mendengar bunyi secara LOGARITMIK bukan LINIER.





Mendengar (Hearing)

Manusia normal memiliki Panca (lima) Indera, sebagai Anugrah dari Tuhan.
1.Indera pendengaran (Telinga)
2.Indera peraba (Kulit)
3.Indera pengecap (Lidah)
4.Indera penciuman (Hidung)
5.Indera penglihatan (Mata)

Berdasarkan kemampuan reaksi nya, maka Indera manusia di kelompok kan menjadi tiga kelompok :
1. Kemoreseptor
Kemoreseptor adalah alat Indera yang merespon terhadap rangsangan zat kimia yaitu Indera penciuman (Hidung) dan Indera pengecap (Lidah).
2. Mekanoreseptor
Mekanoreseptor adalah alat Indera yang merespon terhadap rangsangan gaya berat, tekanan suara dan tekanan yakni Indera peraba (kulit) dan Indera pendengaran (kuping).
3. Fotoreseptor
Fotoreseptor adalah alat Indera yang merespon terhadap rangsangan cahaya yaitu Indera penglihatan atau mata.

Kelima Indera tersebut adalah Anugrah dari Tuhan, dan kita harus menjaga nya dengan baik termasuk men JAGA KESEHATAN TELINGA KITA!!!

Dalam pengelompokan di sebut bahwa telinga adalah kelompok mekanoreseptor, artinya telinga kita akan merespon terhadap perubahan tekanan udara yang di sebabkan oleh gelombang mekanik.
Tekanan suara merupakan gelombang mekanik yang merambat melalui suatu medium dan dalam hal ini kita anggap medium tersebut adalah udara.
Telinga merespon gelombang mekanik tersebut dan merubah nya menjadi sinyal elektrik untuk di teruskan ke sistem otak kita.Proses ini di sebut dengan Auditory Transduction

Organ telinga secara garis besar di bagi menjadi tiga :
1.Telinga bagian luar
2.Telinga bagian tengah
3.Telinga bagian dalam

Ketiga bagian tersebut memiliki fungsi yang berbeda beda namun sebagai satu kesatuan yang tak bisa di pisahkan.Jika terjadi kerusakan pada salah satu bagian, maka akan menyebabkan mekanisme pendengaran kita tidak bekerja.
Untuk mengerti lebih detail cara kerja telinga kita dalam merespon bunyi saya sarankan untuk menonton video animasi, di bawah ini adalah link nya :





Loudness dan Frekuensi

Loudness adalah parameter subyektif untuk menjelaskan respon telinga manusia terhadap tekanan suara.
Pada tahun 1933, dua orang ilmuwan dari Bell Laboratories ,Harvey Fletcher & Wilden Munson, memberikan jurnal hasil penelitian nya pada Journal Acoustical Society of America.
Di dalam jurnal tersebut di jelaskan bahwa sensitifitas telinga manusia tidak sama terhadap masing masing frekuensi dan telinga manusia ternyata lebih sensitif terhadap frekuensi tengah (middle frequency) di bandingkan dengan frekuensi rendah dan tinggi (Low & Hi Frequency).
Jurnal tersebut kemudian di kenal dengan sebutan Fletcher & Munson Curves yang di tuangkan dalam Equal Loudness Contour untuk pertama kali nya pada tahun 1937.
Di bawah ini adalah gambar dari Equal Loudness Countour :





Pada tahun 1956 hal tersebut di kembangkan lagi oleh dua orang ilmuwan ; Robinson & Dadson.Pengulangan di tujukan untuk memperbaiki metode uji coba yang sebelumnya di lakukan menggunakan headphone dan menggantikan nya dengan satu loudspeaker pada ruangan Anechoic Chamber.
Hasilnya terdapat beberapa perubahan pada Fletcher & Munson Curves.
Dan pada tahun 1987 ISO (International Standart Organization) melakukan revisi terhadap Equal Loudness Contour, yang di beri nama ISO 226:1987.

Pada 15 Agustus 2003, ISO (International Standart Oragnization) menyetujui sebuah standart baru untuk Equal Loudness Contour.Standart ini di buat berdasarkan hasil penelitian kerja sama secara Internasional yang melibatkan Negara Jerman, Denmark, Jepang, Inggris, dan Amerika.Jepang tercatat sebagai penyumbang data terbanyak yaitu sebesar 40 % dari total data yang di terima.
Standart ini kemudian di kenal dengan sebutan ISO 226:2003.
Di bawah ini adalah gambar dari hasil ISO 226:2003 yang di komparasikan dengan standart ISO 226:1987:


 
Di bawah ini adalah gambar komparasi dari ISO 226:2003 dengan Fletcher & Munson Curve dan juga Robinson & Dadson.





Di dalam “equal loudness contours” terdapat parameter Phon.
Phon adalah tekanan suara (SPL) pada tone 1KHz , yang di gunakan sebagai referensi terhadap frekuensi yang lain.




Oktaf

Oktaf adalah fenomena yang terjadi pada mekanisme pendengaran manusia yang memiliki relasi terhadap frekuensi.Di mana pada kelipatan dua dari suatu frekuensi ,telinga manusia mendengar nya sebagai nada yang sama.
Jadi ,jika pada frekuensi 440 Hz kita mendengar nya sebagai nada A, maka pada frekuensi 880 Hz kita juga akan mendengar nya sebagai nada A.
Di dalam musik, hal tersebut di katakan sebagai satu oktaf lebih tinggi.



Bandwidth

Bandwidth adalah jarak dari satu frekuensi ke frekuensi lain nya atau di sebut juga sebagai lebar frekuensi, dan di nyatakan dalam Hertz.




Loudness and Bandwidth

Pada noise dengan SPL yang sama tetapi bandwidth nya berbeda, ternyata telinga memiliki perspektif loudness lebih keras pada noise dengan bandwidth yang lebar.Artinya perspektif loudness pada telinga manusia juga di pengaruhi oleh bandwidth.Hal ini di teliti oleh Harvey Fletcher pada tahun 1940 ,di kenal sebagai Critical Band.Yaitu menentukan seberapa batas minimum lebar frequency(bandwidth) pada noise ,hingga telinga manusia mendengar perubahan loudness.
Bandwidth untuk Critical Band juga variatif terhadap frequency, semakin tinggi frequency maka semakin lebar bandwidth nya.
“One Third Octave” atau 1/3 octave Graphic Equalizer di gunakan karena “filter bandwidth” nya menggunakan pendekatan “Critical Band” untuk mekanisme pendengaran kita.Di mana pendengaran kita bersifat logaritmik.
Dan dari 20Hz-20KHz ,jika di bagi 1/3 octave maka akan memiliki 31 band, itu lah kenapa Graphic EQ memiliki 31 “slide fader”
1/3 octave adalah 23.2% dari “center frequency” dan Critical Band adalah 17% dari center frequency
Sesuai standart dari ISO, center frequency untuk spectrum adalah :
20Hz, 25Hz, 31.5Hz,
40Hz, 50Hz, 63Hz,
80Hz, 100Hz, 125Hz
160Hz, 200Hz, 250Hz,
315Hz, 400Hz, 500Hz,
630Hz, 800Hz, 1kHz,
1.25kHz, 1.6kHz, 2kHz,
2.5kHz, 3.15kHz, 4kHz,
5kHz, 6.3kHz, 8kHz,
10kHz, 12.5kHz, 16kHz,
20kHz.




Batas perubahan loudness yang bisa di dengar

Tone pada frekuensi 1 KHz, dengan tekanan suara (SPL) yang rendah, perubahan sebanyak 3dB adalah jumlah minimum yang bisa di deteksi oleh telinga manusia.
Jika perubahan tekanan suara di bawah 3dB,maka mekanisme pendengaran kita tidak bisa merasakan adanya perubahan loudness.Tapi dengan tekanan suara (SPL) yang tinggi, telinga kita bisa mendeteksi perubahan sebanyak 0.25dB.
Tone pada 35 Hz, dengan tekanan suara yang rendah, membutuhkan perubahan sebanyak 9dB agar telinga kita bisa mendeteksi perubahan loudness.
Karena sifat mekanisme pendengaran telinga kita yang tidak linier terhadap perubahan loudness dan frekuensi, sampai saat ini belum ada parameter yang di anggap mampu mempresentasikan hal tersebut.
Namum ada satu anggapan bahwa perubahan rata rata tekanan suara sebanyak 3dB adalah jumlah minimum yang bisa di deteksi oleh telinga manusia.



Satu hal yang perlu di perhatikan bahwa mekanisme pendengaran manusia bersifat LOGARITMIK bukan LINIER.


Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.


2 comments: