Tuesday, January 14, 2014

4.Microphone_Part I


Microphone


Dalam sejarah tercatat bahwa penemu microphone adalah Alexander Graham Bell pada tahun 1876.
Microphone pertama kali di gunakan pada Teknologi Telephone.

(bentuk awal telephone)

Microphone adalah transducer ,artinya mengubah energi akustik menjadi energi mekanik menjadi energi listrik.
Di sebut juga sebagai input transducer dan atau electroacoustic device.
Berdasarkan cara kerja nya mengubah energi, secara garis besar microphone di klasifikasikan menjadi beberapa bagian :

1.Dynamic Microphone                    à Electromagnetic Induction Principle
2.Condenser Microphone                 à Capacitance Principle
3.Electret Condenser Microphone  à Capacitance Principle
4.Ribbon Microphone                       à Electromagnetic Induction Principle




1.Dynamic Microphone

         
Dynamic Microphone memanfaatkan induksi electromagnetik untuk mengubah energi.Komponen utama dynamic microphone adalah voice coil yang mengelilingi magnet.
Pada saat gelombang bunyi menggerakan diaphragm microphone, maka voice coil pun akan ikut bergerak mengikuti tekanan dari gelombang bunyi tersebut.Pergerakan voice coil tersebut akan meng induksi magnet yang di kelilingi voice coil.
Dari pergerakan voice coil yang mengelilingi medan magnet ini lah, terjadinya transduction / perubahan dari energi akustik menjadi energi listrik.





2.Condenser Microphone


           
Condenser Microphone atau Capacitor Microphone.Capacitor pertama kali di kenal dengan sebutan Condenser.
Sesuai dengan nama nya, microphone ini memanfaatkan perubahan kapasitas muatan listrik (Capacitance) untuk mengubah dari energi akustik menjadi energi listrik.
Komponen utama dari Condenser Microphone terdiri dari dua plate (lempengan) yaitu “Front Plate” & “Back Plate” yang di letak kan secara parallel dengan sedikit jarak ,dan di antara keduanya terdapat muatan listrik.
Supply listrik di peroleh dari eksternal DC power supply, seperti baterai dan phantom power.Umumnya antara 9V-48V.
Pada saat gelombang bunyi menggetarkan diaphragm ,maka akan terjadi pergerakan mendekat dan menjauhi “back plate”.Pergerakan ini menginduksi plate sehingga terjadi perubahan kapasitas muatan listrik.
Jika terjadi perubahan kapasitas maka akan terjadi perubahan potensial.
Besar kecil nya perubahan kapasitas di tentukan oleh jauh dekat pergerakan “diaphragm plate” terhadap “back plate” , yang juga merupakan presentasi dari tekanan gelombang bunyi.

Capacitor adalah istilah dalam dunia kelistrikan yang di gunakan untuk merepresentasikan suatu bahan yang memiliki kapasitas untuk menyimpan muatan listrik.

Phantom power di temukan oleh George Neumann pada tahun 1966.
Phantom power tidak mempengaruhi kualitas audio yang di hasilkan oleh microphone, selama menggunakan “Balance Connection”.Karena microphone menghasilkan AC Volt sedangkan phantom power merupakan DC Volt.
Karena DC Volt yang di lewatkan melalui Pin2 dan Pin3 adalah sama/identik, maka dia akan di anggap sebagai “common mode noise” pada peralatan audio yang memiliki balance input dan akan di abaikan dan di “reject” oleh differential input amplifier.
Hal ini bisa kita buktikan dengan mengukur DC volt pada Pin 2 dan Pin 3 dengan volt meter, maka akan terlihat 0V.Sedangkan jika kita ukur antara Pin1 dengan Pin2 atau antara Pin1 dengan Pin3 maka akan kita dapati DC volt sebesar 48V.
Beberapa hal yang perlu di perhatikan adalah selalu gunakan balance connection jika menggunakan phantom power & jangan pernah meng “ground lift” koneksi tersebut.Dan jangan men supply phantom power terhadap peralatan audio yang memang tidak memerlukan nya, karena akan beresiko rusak.




3.Electret Condenser
           
Electret Condenser Microphone memiliki cara kerja yang sama dengan Condenser Microphone , perbedaan nya adalah plate di beri muatan listrik secara permanen.Dan eksternal power supply di gunakan untuk men supply kebutuhan listrik pada amplifier yang terdapat pada microphone, bukan untuk memberi muatan listrik ke plate.





4.Ribbon Microphone


           
Memiliki cara kerja yang sama dengan dynamic microphone, perbedaan nya adalah Dynamic Microphone menggunakan voice coil sedangkan Ribbon Microphone menggunakan bahan seperti alumunium yang sangat tipis.






Microphone Application Design

Berdasarkan bentuk nya ,microphone memiliki aplikasi penggunaan tertentu.
Beberapa contoh nya :

1.Handheld Microphone



2.Stand Mounting Microphone





3.Lavalier / Lapel / Clip On Microphone



          

4.Headworn / Headset Microphone





5.Shotgun / Boom Microphone






6.Parabolic Microphone





7.Confrence Delegate Microphone








Spesifikasi

Microphone memiliki karakteristik yang berbeda beda, baik secara akustik maupun elektrik yang umumnya di tuliskan dalam spesifikasi nya.


I.Polar Patterns
Polar Patterns mengindikasi kan sensitivitas microphone terhadap sudut arah datangnya suara.Berdasarkan polar pattern nya di bagi menjadi :

1.Omni Directional
2.Bi Directional
3.Uni Directional



1.Omni Directional


           
Microphone sensitive dari semua sudut arah datangnya suara.




2.Bi Directional



Microphone dengan polar pattern bi directional memiliki sensitivitas yang sama antara depan dan belakang diapraghm.Di kenal dengan sebutan figure eight.



3.Uni Directional
            Microphone dengan polar pattern uni directional lebih sensitive terhadap suara yang sudut arah datang nya on axis terhadap diaphragm microphone.
Uni directional di sebut juga dengan cardioid microphone karena polar response nya jika di gambarkan identik dengan bentuk jantung.
Uni Directional microphone di bagi menjadi tiga :

a.Cardioid



b.Super Cardioid



c.Hyper Cardioid





II.Frequency Response

Mengindikasikan respon frekuensi dari microphone pada posisi on axis terhadap sumber suara.
Contoh :






III.Transient Response
Mengindikasikan kecepatan microphone merespon bunyi







III.Sensitivity
Sensitivitas / kepekaan Microphone menunjukan seberapa besar ouput voltage nya dengan input tekanan suara (SPL) tertentu.
Berdasarkan IEC 268-4, sensitivity microphone di ukur pada 1 Pascal (Pa) / 94dBSPL dengan 1KHz sinewave.
Beberapa contoh sensitivity microphone :
Shure SM57                           : 1.6mV/Pa
Senheiser e906                     : 0.5mV/Pa





Miking Technique


Teknik miking adalah salah satu letak di mana “art” dan “science” sering bertemu, di mana pertimbangan dalam teknik miking tidak selalu secara obyektif tapi juga subyektif.
Secara mendasar, ada tiga hal yang harus di perhatikan pada saat me miking
1.Memilih
2.Menempatkan
3.Mengarahkan

1.Memilih
Secara obyektif pemilihan microphone di dasarkan pada frequency range yang di hasilkan sumber suara terhadap frequency response microphone.
Contohnya adalah : kenapa pada saat memiking bass amp atau kick ,sebaiknya tidak menggunakan mic shure SM58???karena frequency range yang di hasilkan oleh kick atau bass bisa sampai 75Hz, sedangkan frequency response dari shure SM58 mengalami roll off dari 120Hz ke bawah.

Sedangkan secara subyektif pemilihan microphone biasa nya di dasarkan pada selera terhadap karakter suara yang di hasilkan oleh mic dan pengalaman menggunakan mic tersebut.

2.Menempatkan
Penempatan microphone terbagi menjadi dua ,yaitu close miking dan ambient miking.
Mendekatkan microphone terhadap sumber suara (close miking) maka akan menambah direct sound dan mengurangi suara pantulan .Dan sebaliknya, menjauhkan microphone terhadap sumber suara (ambient miking) maka akan mengurangi direct sound dan menambah pantulan.

3.Mengarahkan
Beberapa hal yang menjadi alasan kenapa arah dari microphone perlu di perhatikan adalah :
a.Bocoran
b.Frequency Response on axis dan off axis
c.Rejection angle berdasarkan polar pattern nya



Individual Miking Technique

            Adalah teknik miking dengan menggunakan satu microphone yang di tujukan untuk satu sumber suara.Umumnya di gunakan pada saat miking untuk vocal.

Stereo Miking Technique

Adalah teknik miking dengan menggunakan beberapa microphone ,tujuan dari stereo miking adalah untuk memberikan stereo image yang nyata sesuai dengan posisi sumber suara.
Beberapa teknik miking stereo :


1.Spaced Pair

A. 3:1 / (A-B)
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua mic yg identic (type & merk), cardioid ataupun omni.Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari “space pair tech” ,di gunakan perhitungan dasar untuk jarak mic yaitu 3:1
Artinya adalah jarak antar mic tiga kali lipat dari jarak mic terhadap source.




B.Binaural
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua omni microphone yang di pasang pada telinga dari patung kepala buatan.


     




2.Coincident Pair

A.XY
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua cardioid microphone yang identic, dan head capsule dari mic di letak kan sedeket mungkin dan saling berhadapan membentuk sudut 90-135 derajat.


 


B.MS (Mid Side)
Adalah teknik miking dengan menggunakan figure eight microphone dan cardioid microphone yang di letakkan berdekatan.Cardioid mic menghadap kea rah sumber suara sedangkan figure eight mic menghadap left dan right.Dalam teknik ini di butuhkan satu processor yaitu MS decoder.




C.Blumlein Pair
Menggunakan teknik yang sama dengan XY, perbedaan nya adalah menggunakan dua figure eight microphone.

           





3.Near Coincident Pair

A.ORTF
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua cardioid microphone yang identic, dengan head capsule microphone yang menghadap berlawanan membentuk sudut 110 derajat.Teknik ini di sebut juga “near coincident pair”.




        

B.Baffled Omni Pair
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua omni microphone yang identic yang di letak kan dengan jarak mengikuti jarak telinga kita.Dan di antara kedua mic di beri “buffle” / dinding / pemisah yang bersifat menyerap.





4.Decca Tree

Teknik ini di kembang kan oleh engineer engineer di Decca Records untuk merekam orchestra.
Teknik miking ini menggunakan tiga omni microphone yang di pasang pada stand mic khusus yang membentuk huruf T, dan di tempatkan di belakang conductor.







Proximity Effect

Proximity Effect adalah effect berupa penambahan level pada Low Frequency jika microphone di dekatkan dengan sumber suara.Effect ini terdapat pada directional microphone.


Terlihat di graphic Frequency Response pada jarak 5 cm terdapat peningkatan amplitudo yang signifikan pada rentang di bawah frequency 650Hz, jika di banding kan pada jarak 1m.




Sibilance

Adalah effect yang di hasilkan karena pengucapan yang memiliki unsur huruf konsonan ; c,s,t
Hal ini terjadi pada saat miking vocal, sibilance akan terdengar kurang nyaman jika berlebihan.Untuk mengatasi hal tersebut maka di gunakan De Esser.



Popping

Adalah noise yang di sebakan oleh hembusan udara yang berlebihan ke microphone,sehingga menimbulkan effect seperti “ledakan” pada loudspeaker.
Umumnya terjadi karena pengucapan huruf tertentu pada vocal dan juga hembusan angin.Untuk mengatasi nya di gunakan pop filter atau wind screen. 



Semoga artikel ini bermanfaat, dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.

Wednesday, January 01, 2014

2.Dasar dasar Psikoakustik (Basic of Psychoacoustic)_Part I





Dasar dasar Psikoakustik


Bunyi dapat di pandang sebagai gelombang mekanik yang berosilasi di udara atau medium lain nya.Dalam hal ini ,bunyi di pandang sebagai stimulus atau perangsang.
Bunyi juga dapat di pandang sebagai mekanisme pendengaran yang di terjemahkan oleh otak kita sebagai suara.Dalam hal ini ,bunyi di pandang sebagai reaksi terhadap rangsangan.
Di dalam audio engineering, kita wajib mempelajari bagaimana reaksi mekanisme pendengaran kita terhadap rangsangan bunyi.Dan ini lah yang di sebut sebagai Psikoakustik.
Hal tersebut di pandang penting, karena semua teknologi tata suara di ciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.Secara garis besar, telinga manusia mendengar bunyi secara LOGARITMIK bukan LINIER.





Mendengar (Hearing)

Manusia normal memiliki Panca (lima) Indera, sebagai Anugrah dari Tuhan.
1.Indera pendengaran (Telinga)
2.Indera peraba (Kulit)
3.Indera pengecap (Lidah)
4.Indera penciuman (Hidung)
5.Indera penglihatan (Mata)

Berdasarkan kemampuan reaksi nya, maka Indera manusia di kelompok kan menjadi tiga kelompok :
1. Kemoreseptor
Kemoreseptor adalah alat Indera yang merespon terhadap rangsangan zat kimia yaitu Indera penciuman (Hidung) dan Indera pengecap (Lidah).
2. Mekanoreseptor
Mekanoreseptor adalah alat Indera yang merespon terhadap rangsangan gaya berat, tekanan suara dan tekanan yakni Indera peraba (kulit) dan Indera pendengaran (kuping).
3. Fotoreseptor
Fotoreseptor adalah alat Indera yang merespon terhadap rangsangan cahaya yaitu Indera penglihatan atau mata.

Kelima Indera tersebut adalah Anugrah dari Tuhan, dan kita harus menjaga nya dengan baik termasuk men JAGA KESEHATAN TELINGA KITA!!!

Dalam pengelompokan di sebut bahwa telinga adalah kelompok mekanoreseptor, artinya telinga kita akan merespon terhadap perubahan tekanan udara yang di sebabkan oleh gelombang mekanik.
Tekanan suara merupakan gelombang mekanik yang merambat melalui suatu medium dan dalam hal ini kita anggap medium tersebut adalah udara.
Telinga merespon gelombang mekanik tersebut dan merubah nya menjadi sinyal elektrik untuk di teruskan ke sistem otak kita.Proses ini di sebut dengan Auditory Transduction

Organ telinga secara garis besar di bagi menjadi tiga :
1.Telinga bagian luar
2.Telinga bagian tengah
3.Telinga bagian dalam

Ketiga bagian tersebut memiliki fungsi yang berbeda beda namun sebagai satu kesatuan yang tak bisa di pisahkan.Jika terjadi kerusakan pada salah satu bagian, maka akan menyebabkan mekanisme pendengaran kita tidak bekerja.
Untuk mengerti lebih detail cara kerja telinga kita dalam merespon bunyi saya sarankan untuk menonton video animasi, di bawah ini adalah link nya :





Loudness dan Frekuensi

Loudness adalah parameter subyektif untuk menjelaskan respon telinga manusia terhadap tekanan suara.
Pada tahun 1933, dua orang ilmuwan dari Bell Laboratories ,Harvey Fletcher & Wilden Munson, memberikan jurnal hasil penelitian nya pada Journal Acoustical Society of America.
Di dalam jurnal tersebut di jelaskan bahwa sensitifitas telinga manusia tidak sama terhadap masing masing frekuensi dan telinga manusia ternyata lebih sensitif terhadap frekuensi tengah (middle frequency) di bandingkan dengan frekuensi rendah dan tinggi (Low & Hi Frequency).
Jurnal tersebut kemudian di kenal dengan sebutan Fletcher & Munson Curves yang di tuangkan dalam Equal Loudness Contour untuk pertama kali nya pada tahun 1937.
Di bawah ini adalah gambar dari Equal Loudness Countour :





Pada tahun 1956 hal tersebut di kembangkan lagi oleh dua orang ilmuwan ; Robinson & Dadson.Pengulangan di tujukan untuk memperbaiki metode uji coba yang sebelumnya di lakukan menggunakan headphone dan menggantikan nya dengan satu loudspeaker pada ruangan Anechoic Chamber.
Hasilnya terdapat beberapa perubahan pada Fletcher & Munson Curves.
Dan pada tahun 1987 ISO (International Standart Organization) melakukan revisi terhadap Equal Loudness Contour, yang di beri nama ISO 226:1987.

Pada 15 Agustus 2003, ISO (International Standart Oragnization) menyetujui sebuah standart baru untuk Equal Loudness Contour.Standart ini di buat berdasarkan hasil penelitian kerja sama secara Internasional yang melibatkan Negara Jerman, Denmark, Jepang, Inggris, dan Amerika.Jepang tercatat sebagai penyumbang data terbanyak yaitu sebesar 40 % dari total data yang di terima.
Standart ini kemudian di kenal dengan sebutan ISO 226:2003.
Di bawah ini adalah gambar dari hasil ISO 226:2003 yang di komparasikan dengan standart ISO 226:1987:


 
Di bawah ini adalah gambar komparasi dari ISO 226:2003 dengan Fletcher & Munson Curve dan juga Robinson & Dadson.





Di dalam “equal loudness contours” terdapat parameter Phon.
Phon adalah tekanan suara (SPL) pada tone 1KHz , yang di gunakan sebagai referensi terhadap frekuensi yang lain.




Oktaf

Oktaf adalah fenomena yang terjadi pada mekanisme pendengaran manusia yang memiliki relasi terhadap frekuensi.Di mana pada kelipatan dua dari suatu frekuensi ,telinga manusia mendengar nya sebagai nada yang sama.
Jadi ,jika pada frekuensi 440 Hz kita mendengar nya sebagai nada A, maka pada frekuensi 880 Hz kita juga akan mendengar nya sebagai nada A.
Di dalam musik, hal tersebut di katakan sebagai satu oktaf lebih tinggi.



Bandwidth

Bandwidth adalah jarak dari satu frekuensi ke frekuensi lain nya atau di sebut juga sebagai lebar frekuensi, dan di nyatakan dalam Hertz.




Loudness and Bandwidth

Pada noise dengan SPL yang sama tetapi bandwidth nya berbeda, ternyata telinga memiliki perspektif loudness lebih keras pada noise dengan bandwidth yang lebar.Artinya perspektif loudness pada telinga manusia juga di pengaruhi oleh bandwidth.Hal ini di teliti oleh Harvey Fletcher pada tahun 1940 ,di kenal sebagai Critical Band.Yaitu menentukan seberapa batas minimum lebar frequency(bandwidth) pada noise ,hingga telinga manusia mendengar perubahan loudness.
Bandwidth untuk Critical Band juga variatif terhadap frequency, semakin tinggi frequency maka semakin lebar bandwidth nya.
“One Third Octave” atau 1/3 octave Graphic Equalizer di gunakan karena “filter bandwidth” nya menggunakan pendekatan “Critical Band” untuk mekanisme pendengaran kita.Di mana pendengaran kita bersifat logaritmik.
Dan dari 20Hz-20KHz ,jika di bagi 1/3 octave maka akan memiliki 31 band, itu lah kenapa Graphic EQ memiliki 31 “slide fader”
1/3 octave adalah 23.2% dari “center frequency” dan Critical Band adalah 17% dari center frequency
Sesuai standart dari ISO, center frequency untuk spectrum adalah :
20Hz, 25Hz, 31.5Hz,
40Hz, 50Hz, 63Hz,
80Hz, 100Hz, 125Hz
160Hz, 200Hz, 250Hz,
315Hz, 400Hz, 500Hz,
630Hz, 800Hz, 1kHz,
1.25kHz, 1.6kHz, 2kHz,
2.5kHz, 3.15kHz, 4kHz,
5kHz, 6.3kHz, 8kHz,
10kHz, 12.5kHz, 16kHz,
20kHz.




Batas perubahan loudness yang bisa di dengar

Tone pada frekuensi 1 KHz, dengan tekanan suara (SPL) yang rendah, perubahan sebanyak 3dB adalah jumlah minimum yang bisa di deteksi oleh telinga manusia.
Jika perubahan tekanan suara di bawah 3dB,maka mekanisme pendengaran kita tidak bisa merasakan adanya perubahan loudness.Tapi dengan tekanan suara (SPL) yang tinggi, telinga kita bisa mendeteksi perubahan sebanyak 0.25dB.
Tone pada 35 Hz, dengan tekanan suara yang rendah, membutuhkan perubahan sebanyak 9dB agar telinga kita bisa mendeteksi perubahan loudness.
Karena sifat mekanisme pendengaran telinga kita yang tidak linier terhadap perubahan loudness dan frekuensi, sampai saat ini belum ada parameter yang di anggap mampu mempresentasikan hal tersebut.
Namum ada satu anggapan bahwa perubahan rata rata tekanan suara sebanyak 3dB adalah jumlah minimum yang bisa di deteksi oleh telinga manusia.



Satu hal yang perlu di perhatikan bahwa mekanisme pendengaran manusia bersifat LOGARITMIK bukan LINIER.


Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.