Friday, December 05, 2014

5.Audio Signal Processor



Audio Signal Processor



Ada dua pendapat berbeda mengenai arti dari audio signal processor :
1.Audio signal processor adalah semua perangkat audio yang dalam signal chain berada di antara sumber suara (source) dan pendengar (listener).
2.Audio signal processor adalah semua perangkat audio yang dalam signal chain berada di antara input transducer (microphone) dan output transducer (loudspeaker) dan sifatnya hanya memproses signal tanpa mengubah bentuk energi nya.

Untuk tujuan penulisan ini, maka dalam artikel artikel yang saya tulis, audio signal processor di anggap sebagai semua perangkat audio yang dalam signal chain berada di antara input transducer (microphone) & output transducer (loudspeaker) dan sifatnya hanya memproses signal tanpa mengubah bentuk energi nya.


Pada artikel pengenalan sistem pengeras suara saya sudah menuliskan peralatan peralatan yang berada dalam kategori audio signal processor, yaitu :
1.Mixer
2.Equalizer
3.Dynamic Processor
4.Power Amplifier





Mixer



Dalam signal chain, urutan dan konektivitas mixer berada setelah microphone atau instrumen musik atau D.I Box atau media rekam, yang menghasilkan signal elektrik.Selanjutnya secara garis besar kita akan menyebut semua peralatan tersebut sebagai “Program Source”.
Program source adalah peralatan peralatan yang menghasilkan signal elektrik yang akan di keraskan atau di reproduksi oleh sound system.

Mixer atau Mixing Console atau Sound Board atau Mixing Desk adalah peralatan audio yang berfungsi untuk mengkoneksikan, mengontrol dan mengkombinasikan (mixing) program source yang kemudian di kirim ke jalur output tertentu.

Secara garis besar ,area pada mixer di bagi menjadi tiga :
1.Channel INPUT Strip
2.Master OUTPUT Control
3.Level METER








1.Channel Input Strip


Channel input strip berfungsi sebagai koneksi & kontrol ,untuk meng kombinasikan dan mengirim program source ke jalur output tertentu.
Channel input strip terdiri dari beberapa bagian :



a.Konektor Input
berfungsi untuk mengkoneksikan signal dari program source.Umumnya ada dua jenis input konektor yaitu Mic Input dan Line Input

b.Insert Point
adalah koneksi untuk menambah outboard signal processor pada channel input strip

c.Direct Out
koneksi output yang berfungsi untuk mengirim signal dari channel input strip secara langsung , umumnya hanya di pengaruhi oleh Gain


d.Phantom Power
Tombol phantom power biasanya memiliki symbol +48V, berfungsi untuk men supply arus DC  untuk microphone condenser.

 d.Gain
untuk menguatkan voltase signal dari program source.

e.Polarity
Untuk membalik polaritas.

f.Pad
Untuk melemahkan voltase signal dari program source

g.HPF (High Pass Filter)
Jenis Equalizer yang hanya memfilter frequency yang lebih rendah dari titik filter frequency yang di tentukan

h.EQ
Umumnya pada channel input strip terdapat beberapa jenis Equalizer, yaitu shelving ,sweep, & parametric EQ.
Untuk keterangan lebih lanjut bisa di lihat pada artikel Equalizer

i.Auxiliary Send
berfungsi untuk mengirim signal dari channel strip ke output auxiliary.
Ada dua jenis aux send,  yaitu Pre Fader dan Post Fader
-Pre Fader : Tidak di pengaruhi oleh fader, umumnya di pengaruhi oleh Gain, HPF, & EQ
-Post Fader : di pengaruhi oleh fader,termasuk Gain, HPF, & EQ
Pada beberapa mixer ada fitur yang bisa memilih posisi pre & post

j.Pan Pot (Panoramic Potentiometer)
berfungsi untuk mengontrol “image”

k.Solo
Fungsi utama tombol solo adalah memonitor signal pada channel strip, dengan menekan tombol solo berarti sama dengan me mute semua channel pada output tertentu.Ada tiga jenis solo:

-PFL (Pre Fader Listening) ,fungsinya adalah mengirim signal input langsung ke headphone output tanpa di pengaruhi fader dan pan, tetapi di pengaruhi oleh oleh gain, hpf, & eq.
-AFL (After Fader Listening) ,fungsinya adalah mengirim signal input langsung ke headphone output.AFL di pengaruhi oleh gain, hpf, eq, fader, & mute.
-SIP (Solo In Place), fungsinya adalah mengirim signal input langsung ke Main Output & Headphone Output, di pengaruhi oleh semua proses pada channel strip termasuk Pan.

l.Input Fader
berfungsi untuk mengkombinasikan (mixing) program source

m.Group
Tombol group berfungsi untuk mengelompok kan signal input

n.Mute
Tombol yang berfungsi untuk memutus signal pada channel input strip terhadap jalur output tertentu.Direct Out umumnya tidak di pengaruhi oleh mute.

Contoh signal flow pada Channel Input Strip :








2.Master Output Control




Berfungsi untuk mengontrol signal yang di terima dari Channel Input Strip dan sebagai koneksi output untuk mengirim signal ke peralatan berikutnya di dalam signal chain.

a.Main atau Master Output
Berfungsi untuk mengontrol signal yang di kirim dari channel input strip terhadap koneksi jalur output yang paling utama, yang di tujukan untuk di koneksikan ke “Main” speaker.Sering di sebut sebagai Master Fader.

b.Auxiliary Output
Berfungsi untuk mengontrol signal yang di kirim dari aux send channel input strip terhadap koneksi jalur output tambahan, yang umunya di gunakan untuk speaker monitor di panggung dan jalur pengirim signal ke effect

c.Sub Group & Output
Berfungsi untuk mengelompokkan channel input strip & mengontrol output nya, yang umum nya di tujukan ke Main atau Master Output.Dan atau terhadap koneksi output subgroup itu sendiri.

d.VCA
Fungsinya sama dengan Sub Group, perbedaan nya adalah :
1.VCA tidak memiliki koneksi output
2.VCA secara langsung mengontrol voltage pada masing masing Channel Fader yang terkoneksi dengan VCA
3.Karena secara langsung mengontrol fader ,VCA bisa mempengaruhi Aux Send Post Fader

e.Matrix
Di anggap sebagai Aux Send nya Sub Group

f.Insert Point
Pada beberapa mixer terdapat fasilitas insert point pada Main, Aux, dan Group, yang berfungsi untuk menambah outboard signal processor pada masing masing Master Output Control.




3.Meter Level


Fungsi utama dari level meter adalah sebagai indikator untuk memonitor level signal audio yang di proses oleh mixer.
Semua signal audio di dalam electrical domain adalah Alternating Current (AC) atau arus bolak balik.Dan cara termudah untuk merepresentasikan & menghitung kuantitas dari AC signal adalah dengan menggunakan sine wave.Karena magnituda nya bergerak secara teratur & periodik.






Ada dua cara utk menghitung kuantitas dari sinewave :
Yang pertama adalah menghitung peak (puncak) signal nya dan yang kedua adalah dengan menghitung RMS (root mean square) nya.Relasi antara Peak dengan RMS pada SineWave sangatlah matematis.
Dengan mengetahui kuantitas sebuah signal, maka dengan mudah kita bisa mengetahui kapasitas dari peralatan audio.
Masalah datang karena audio tidak cuma berurusan dengan sinewave tapi berbagai macam program material yang kompleks, seperti ; music, speech, sound fx, dll. Bagaimana kah cara kita mengetahui kuantitas nya?dan bagaimana relasinya dengan pendengaran kita?
VU meter & Peak meter adalah jawaban nya.
Ya, secara garis besar level meter ada dua : VU meter dan Peak Programme Meter (PPM)




a.VU meter

  

VU singkatan dari Volume Unit yang sebelum nya di sebut SVI (Standart Volume Indicator).
VU meter pertama kali di kembangkan oleh CBS, NBC , & Bell Labs Laboratories pada tahun 1939.
Pada awalnya VU meter di gunakan pada telephone untuk men “standarisasi” signal yang di transmisikan melalui telephone dan di gunakan di broadcast sebagai loudness monitoring agar tiap tiap program yang di siarkan bisa memiliki loudness yang sama.
Standart reference level yang di gunakan yaitu 0VU = +4dBu = 1.228 V.
VU meter bekerja mendeteksi signal rata rata dengan “integration time” (waktu yang di butuhkan agar meter bisa bekerja/mendeteksi dengan sempurna) yaitu 300ms untuk “rise time” & “fall time”.
Artinya meter ini akan mendeteksi level dengan akurat jika signal memiliki durasi minimum 300ms, dengan kata lain VU meter memiliki slow response.
Jika signal yang terukur pada VU meter bersifat “fast transient” ;seperti drums atau perkusi , VU meter tidak akan menunjukan level dengan akurat.Dan itulah kelemahan dari VU meter.

b.Peak Programme Meter (PPM)
Pada saat yang sama, saat VU meter banyak di “adopsi” di Amerika, Peak Program Meter (PPM) justru banyak di favoritkan di Eropa.
Ada banyak jenis PPM, namun umumya PPM memiliki “integration time” yang lebih cepat di banding VU meter yaitu (+/- )10ms ,agar dapat lebih akurat untuk mendeteksi signal peak.
Pada awalnya Peak Program Meter di kembangkan untuk “AM Radio Broadcasting Network” pada tahun 1930an, secara independen, di Jerman dan Inggris dengan standart yang berbeda.


1.IEC 60268-10 type I PPM
Pada tahun 1936 dan 1937, German Broadcaster mengembangkan Peak Programme Meter yang kemudian di kenal dengan sebutan DIN PPM.
DIN PPM memiliki skala -50dB sampai dengan +5dB dengan integration time 5ms.
Standart Reference Level yang di gunakan adalah +3dBu = -9dB sebagai Alignment Level dan +6dBu = 0dB =1.55 V sebagaiPermitted Maximum Level (Level maksimal yang di perbolehkan)



2.IEC 60268-10 type II PPM
Pada tahun 1932 Charles Holt Smith dari BBC Research Department mengembangkan audio meter pertama kali dan di beri nama Programme Meter.Yang kemudian di kenal dengan sebutan Smith Meter.
Ini adalah meter pertama yang menggunakan “marking” berwarna putih dengan background warna hitam.
Sedangkan Peak Programme Meter pertama kali di kembangkan oleh C G Mayo yang juga dari BBC Research Department ,pada tahun 1938.PPM ini mengadopsi Smith Meter, yang membedakan hanya lah “integration time” nya.Di mana pada PPM yang di kembangkan C.G Mayo memiliki fast attack & slow response, yaitu 4ms untuk “Rise Time” dan 2s sampai 3s untuk “Fall Time to drop 26dB”



Type II PPM ini menggunakan skala dengan angka 1 sampai 7
Standart Reference Level untuk PPM tipe ini adalah 0dBu = 4 sebagai Alignment Level dan +8dBu = 6 sebagai “Permitted Maximum Level”




3.IEC 60628-10 Type IIb PPM
Karena ada nya perbedaan standart pada PPM, maka hal tersebut mendorong European Broadcasting Union untuk membuat PPM dengan standart International, PPM ini kemudian di beri nama Type IIb PPM karena memiliki kesamaan dengan Type II PPM.
Perbedaan nya adalah skala yang di gunakan adalah -12dB sampai dengan +12dB ,dengan Standart Reference Level +9dBu = + 9dB = 2.18V sebagai Permitted Maximum Level dan sebuah marking bertuliskan “TEST” = 0dBu ,sebagai Aligment Level.






c.LED meter

                       
LED (Ligth Emitted Diode) meter adalah level meter yang banyak di gunakan pada Mixer modern.LED di pilih karena daya tahan dan harga nya lebih terjangkau.
LED meter bisa saja mengadopsi cara kerja VU meter ,PPM meter, atau Peak meter.
Standart reference level yang di gunakan juga variatif karena tiap produk biasanya memiliki standart yang berbeda beda.Contoh :

1.LED pada APB console Spectra Series misal nya, merupakan VU meter dengan Reference Level 0dB = 0VU = +4dBu = 1.228V

2.LED pada d&R vision series merupakan Peak Meter dengan “integration time 10ms untuk attack dan 1.5ms untuk release & reference level 0dB = +10dBu !!!

3.LED pada Mackie Onyx 4Bus series merupakan VU meter , reference level 0dB = 0dBu = 0.775V

4.Allen & Heath GL2800 ,LED nya merupakan peak meter, dengan reference level 0dB = +4dBu (OM ,page 17 & 34).

5.Soundcraft MH 4,menggunakan LED peak meter pada channel input dengan reference level 0dB = 0dBu & VU meter yang di lengkapi dengan LED peak meter, dengan reference level 0dB = +4dBu ,pada master meter nya.
VU meter untuk Master Output pada MH4 dapat di kalibrasi sendiri.

6.Midas Vrona Series, LED nya merupakan peak meter ,dengan reference level 0dB = 0dBu.

Mengenai perbedaan standart tersebut umumnya di tulis dalam spec sheet atau owner manual book nya.


Semoga artikel ini bermanfaat dan mohon maaf jika ada kesalahan.


Terima Kasih

Tuesday, July 01, 2014

3.Pengenalan Sistem Pengeras Suara (Introduction to Sound Reinforcement System)


Pengenalan Sistem Pengeras Suara


Pada kesempatan kali ini saya ingin menuliskan mengenai prinsip & fungsi dasar dari Sound Reinforcement System.
Apa itu Sound Reinforcement System?
Jika kita artikan dalam bahasa Indonesia :
Sound                            = Suara
Reinforcement            = Pengeras
System                           = Sistem

Jadi sangat jelas bahwa Sound Reinforcement System artinya adalah Sistem Pengeras Suara.Untuk mempermudah penulisan ,selanjutnya saya akan tulis Sound Reinforcement System menjadi Sound System.
Fungsi dasar dari sound system adalah sesuai dengan namanya yaitu untuk mengeraskan suara.
Bayangkan jika pada suatu stadion bola yang besar dan ada musisi menggelar konser musik tanpa peralatan sound system.Seberapa keras mereka harus bermain musik agar bisa di dengar dengan baik oleh semua audiensi nya??jelas tidak mungkin.
Bayangkan jika pada sebuah mall besar bertingkat dan ada seorang announcer ingin menyampaikan pengumuman dan ingin terdengar di semua lantai tanpa sound system??jelas itu juga tidak mungkin.
Itu lah mengapa di perlukan sound system, tujuan nya agar suara yang pelan bisa di keraskan sehingga pesan yang ingin di sampaikan bisa di terima dengan baik oleh semua audiensi yang di tuju.Pesan yang di maksud bisa berupa live musik, pidato, dsb.
Selain itu fungsi dari sound system juga sebagai “reproduction tools” atau peralatan peralatan untuk mereproduksi.
Kata reproduksi memiliki arti menghasilkan ulang ,ini identik dengan “memutar” ulang hasil suara yang sudah di rekam pada suatu medium (piringan hitam, pita kaset ,CD,dll) untuk kemudian di keraskan.
Apakah stereo playback system yang ada di rumah bisa di kategorikan sebagai sound system??jawaban nya tidak.Meskipun secara mendasar cara kerjanya adalah sama tapi memiliki tujuan yang berbeda.
Sound System di tujukan untuk khalayak ramai, oleh karena itu sound system juga di sebut sebagai PA (Public Adress) system.

Catatan : Mengeraskan yang di maksud disini tentu bukan hanya sekedar keras dan asal terdengar, tapi ada kriteria nya.Seperti kebutuhan SPL (requirement&target SPL) , pemerataan suara pada seluruh area audiensi (uniform response) ,kejelasan suara (intelligibility & clarity), dan masih banyak lagi.Akan tetapi hal hal tersebut di luar dari topik di artikel artikel yang saya tulis karena sudah sangat spesifik.Di sini saya hanya menuliskan tentang dasar dasar nya saja.



I.Sejarah Singkat Sound System

            Meskipun industri sound system masih tergolong muda ,tapi juga memiliki perjalanan yang cukup panjang.Era di mana lahirnya transducer (microphone & loudspeaker) di tandai sebagai era cikal bakal di mana industri sound system di mulai.



Pada tahun 1874, Ernst Werner von Siemens adalah orang pertama di dunia yang menjelaskan prinsip kerja dari “dynamic” atau “moving coil transducer”.
Siemens kemudian mendapatkan paten di Amerika atas penemuan nya pada tanggal 14 April 1874 ,dengan nomer paten 149,797.



Pada tahun 1876, Alexander Graham Bell mematenkan penemuan nya yang di beri nama Telephone.Di mana alat ini berfungsi untuk mentransmisikan suara.
Alat ini juga di anggap sebagai microphone pertama di dunia.
Pada 14 Desember 1877, Ernst W Siemens kembali mematenkan penemuan nya ,di Jerman, dengan nomer paten 2355.Penemuan nya yaitu berupa “nonmagnetic parchment diaphragm” sebagai radiator yang di gabungkan dengan penemuan sebelumnya (“moving coil transducer”).
Pada intinya penemuan ini menjelaskan tentang fungsi horn sebagai alat bantu untuk mengeraskan suara, dan ini adalah horn loudspeaker yang pertama kali di gunakan di dunia.Pada saat itu alat ini sangat populer di gunakan pada pemutar piringan hitam (phonograph).



Pada tanggal 27 April 1898, Oliver Lodge mematenkan penemuan nya di Inggris dengan nomer paten 9712.Penemuan nya ini mengembangkan tentang moving coil transducer.

Pada Januari 1913, dua orang ilmuwan yaitu Edwin S. Pridham & Peter Laurits Jensen ,pendiri Commercial Wireless and Development Company (yang kemudian di kenal dengan Magnavox Company) ,mematenkan penemuan nya yang di sebut dengan Radio Loudspeaker.
Pada tahun 1915, Magnavox Company memasang dan meng operasikan Sound System pertama nya di Panama-Pacific Exposition di San Francisco.Dan inilah Sound System PERTAMA di dunia!!!! karena merekalah yang pertama kali mampu mengeraskan pidato dan musik secara langsung (live music & speech sound reinforcement system) hingga bisa terdengar pada jarak yang cukup jauh.
Dan pada September 1919, Magnavox Company memberikan sound system nya untuk di gunakan oleh Presiden Amerika Serikat, Thomas Woodrow Wilson.Yang pada saat itu di gunakan untuk pidato sambutan pada acara League of Nations di Balboa Stadium-San Diego.


II.Signal Chain

Signal chain atau biasa juga di sebut signal flow, merupakan tatanan di mana signal yang di hasilkan oleh peralatan audio harus di hubungkan untuk menjadi satu kesatuan yaitu sound system.
Signal chain menjadi kunci untuk bisa memahami dasar dasar sound system dengan baik, selain itu juga akan memudahkan kita meng identifikasi dan mencari solusi jika terjadi trouble di lapangan.Karena dari sini lah kita belajar bagaimana peralatan audio itu di hubungkan dan saling berinteraksi satu dengan lain nya.






Secara mendasar signal chain pada sound system adalah :
1.Sumber suara (source)
2.Input Transducer
  - Microphone
  - Pick up
3.Audio Signal Processor
  - Mixer
  - Equalizer
  - Dynamic Processor
  - Power Amplifier
4.Output Transducer
  - Loudspeaker
5.Pendengar

Pada artikel artikel berikutnya ,kita akan mempelajari satu persatu signal chain tersebut agar kita bisa memahami sound system dengan baik.






Tuesday, January 14, 2014

4.Microphone_Part I


Microphone


Dalam sejarah tercatat bahwa penemu microphone adalah Alexander Graham Bell pada tahun 1876.
Microphone pertama kali di gunakan pada Teknologi Telephone.

(bentuk awal telephone)

Microphone adalah transducer ,artinya mengubah energi akustik menjadi energi mekanik menjadi energi listrik.
Di sebut juga sebagai input transducer dan atau electroacoustic device.
Berdasarkan cara kerja nya mengubah energi, secara garis besar microphone di klasifikasikan menjadi beberapa bagian :

1.Dynamic Microphone                    à Electromagnetic Induction Principle
2.Condenser Microphone                 à Capacitance Principle
3.Electret Condenser Microphone  à Capacitance Principle
4.Ribbon Microphone                       à Electromagnetic Induction Principle




1.Dynamic Microphone

         
Dynamic Microphone memanfaatkan induksi electromagnetik untuk mengubah energi.Komponen utama dynamic microphone adalah voice coil yang mengelilingi magnet.
Pada saat gelombang bunyi menggerakan diaphragm microphone, maka voice coil pun akan ikut bergerak mengikuti tekanan dari gelombang bunyi tersebut.Pergerakan voice coil tersebut akan meng induksi magnet yang di kelilingi voice coil.
Dari pergerakan voice coil yang mengelilingi medan magnet ini lah, terjadinya transduction / perubahan dari energi akustik menjadi energi listrik.





2.Condenser Microphone


           
Condenser Microphone atau Capacitor Microphone.Capacitor pertama kali di kenal dengan sebutan Condenser.
Sesuai dengan nama nya, microphone ini memanfaatkan perubahan kapasitas muatan listrik (Capacitance) untuk mengubah dari energi akustik menjadi energi listrik.
Komponen utama dari Condenser Microphone terdiri dari dua plate (lempengan) yaitu “Front Plate” & “Back Plate” yang di letak kan secara parallel dengan sedikit jarak ,dan di antara keduanya terdapat muatan listrik.
Supply listrik di peroleh dari eksternal DC power supply, seperti baterai dan phantom power.Umumnya antara 9V-48V.
Pada saat gelombang bunyi menggetarkan diaphragm ,maka akan terjadi pergerakan mendekat dan menjauhi “back plate”.Pergerakan ini menginduksi plate sehingga terjadi perubahan kapasitas muatan listrik.
Jika terjadi perubahan kapasitas maka akan terjadi perubahan potensial.
Besar kecil nya perubahan kapasitas di tentukan oleh jauh dekat pergerakan “diaphragm plate” terhadap “back plate” , yang juga merupakan presentasi dari tekanan gelombang bunyi.

Capacitor adalah istilah dalam dunia kelistrikan yang di gunakan untuk merepresentasikan suatu bahan yang memiliki kapasitas untuk menyimpan muatan listrik.

Phantom power di temukan oleh George Neumann pada tahun 1966.
Phantom power tidak mempengaruhi kualitas audio yang di hasilkan oleh microphone, selama menggunakan “Balance Connection”.Karena microphone menghasilkan AC Volt sedangkan phantom power merupakan DC Volt.
Karena DC Volt yang di lewatkan melalui Pin2 dan Pin3 adalah sama/identik, maka dia akan di anggap sebagai “common mode noise” pada peralatan audio yang memiliki balance input dan akan di abaikan dan di “reject” oleh differential input amplifier.
Hal ini bisa kita buktikan dengan mengukur DC volt pada Pin 2 dan Pin 3 dengan volt meter, maka akan terlihat 0V.Sedangkan jika kita ukur antara Pin1 dengan Pin2 atau antara Pin1 dengan Pin3 maka akan kita dapati DC volt sebesar 48V.
Beberapa hal yang perlu di perhatikan adalah selalu gunakan balance connection jika menggunakan phantom power & jangan pernah meng “ground lift” koneksi tersebut.Dan jangan men supply phantom power terhadap peralatan audio yang memang tidak memerlukan nya, karena akan beresiko rusak.




3.Electret Condenser
           
Electret Condenser Microphone memiliki cara kerja yang sama dengan Condenser Microphone , perbedaan nya adalah plate di beri muatan listrik secara permanen.Dan eksternal power supply di gunakan untuk men supply kebutuhan listrik pada amplifier yang terdapat pada microphone, bukan untuk memberi muatan listrik ke plate.





4.Ribbon Microphone


           
Memiliki cara kerja yang sama dengan dynamic microphone, perbedaan nya adalah Dynamic Microphone menggunakan voice coil sedangkan Ribbon Microphone menggunakan bahan seperti alumunium yang sangat tipis.






Microphone Application Design

Berdasarkan bentuk nya ,microphone memiliki aplikasi penggunaan tertentu.
Beberapa contoh nya :

1.Handheld Microphone



2.Stand Mounting Microphone





3.Lavalier / Lapel / Clip On Microphone



          

4.Headworn / Headset Microphone





5.Shotgun / Boom Microphone






6.Parabolic Microphone





7.Confrence Delegate Microphone








Spesifikasi

Microphone memiliki karakteristik yang berbeda beda, baik secara akustik maupun elektrik yang umumnya di tuliskan dalam spesifikasi nya.


I.Polar Patterns
Polar Patterns mengindikasi kan sensitivitas microphone terhadap sudut arah datangnya suara.Berdasarkan polar pattern nya di bagi menjadi :

1.Omni Directional
2.Bi Directional
3.Uni Directional



1.Omni Directional


           
Microphone sensitive dari semua sudut arah datangnya suara.




2.Bi Directional



Microphone dengan polar pattern bi directional memiliki sensitivitas yang sama antara depan dan belakang diapraghm.Di kenal dengan sebutan figure eight.



3.Uni Directional
            Microphone dengan polar pattern uni directional lebih sensitive terhadap suara yang sudut arah datang nya on axis terhadap diaphragm microphone.
Uni directional di sebut juga dengan cardioid microphone karena polar response nya jika di gambarkan identik dengan bentuk jantung.
Uni Directional microphone di bagi menjadi tiga :

a.Cardioid



b.Super Cardioid



c.Hyper Cardioid





II.Frequency Response

Mengindikasikan respon frekuensi dari microphone pada posisi on axis terhadap sumber suara.
Contoh :






III.Transient Response
Mengindikasikan kecepatan microphone merespon bunyi







III.Sensitivity
Sensitivitas / kepekaan Microphone menunjukan seberapa besar ouput voltage nya dengan input tekanan suara (SPL) tertentu.
Berdasarkan IEC 268-4, sensitivity microphone di ukur pada 1 Pascal (Pa) / 94dBSPL dengan 1KHz sinewave.
Beberapa contoh sensitivity microphone :
Shure SM57                           : 1.6mV/Pa
Senheiser e906                     : 0.5mV/Pa





Miking Technique


Teknik miking adalah salah satu letak di mana “art” dan “science” sering bertemu, di mana pertimbangan dalam teknik miking tidak selalu secara obyektif tapi juga subyektif.
Secara mendasar, ada tiga hal yang harus di perhatikan pada saat me miking
1.Memilih
2.Menempatkan
3.Mengarahkan

1.Memilih
Secara obyektif pemilihan microphone di dasarkan pada frequency range yang di hasilkan sumber suara terhadap frequency response microphone.
Contohnya adalah : kenapa pada saat memiking bass amp atau kick ,sebaiknya tidak menggunakan mic shure SM58???karena frequency range yang di hasilkan oleh kick atau bass bisa sampai 75Hz, sedangkan frequency response dari shure SM58 mengalami roll off dari 120Hz ke bawah.

Sedangkan secara subyektif pemilihan microphone biasa nya di dasarkan pada selera terhadap karakter suara yang di hasilkan oleh mic dan pengalaman menggunakan mic tersebut.

2.Menempatkan
Penempatan microphone terbagi menjadi dua ,yaitu close miking dan ambient miking.
Mendekatkan microphone terhadap sumber suara (close miking) maka akan menambah direct sound dan mengurangi suara pantulan .Dan sebaliknya, menjauhkan microphone terhadap sumber suara (ambient miking) maka akan mengurangi direct sound dan menambah pantulan.

3.Mengarahkan
Beberapa hal yang menjadi alasan kenapa arah dari microphone perlu di perhatikan adalah :
a.Bocoran
b.Frequency Response on axis dan off axis
c.Rejection angle berdasarkan polar pattern nya



Individual Miking Technique

            Adalah teknik miking dengan menggunakan satu microphone yang di tujukan untuk satu sumber suara.Umumnya di gunakan pada saat miking untuk vocal.

Stereo Miking Technique

Adalah teknik miking dengan menggunakan beberapa microphone ,tujuan dari stereo miking adalah untuk memberikan stereo image yang nyata sesuai dengan posisi sumber suara.
Beberapa teknik miking stereo :


1.Spaced Pair

A. 3:1 / (A-B)
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua mic yg identic (type & merk), cardioid ataupun omni.Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari “space pair tech” ,di gunakan perhitungan dasar untuk jarak mic yaitu 3:1
Artinya adalah jarak antar mic tiga kali lipat dari jarak mic terhadap source.




B.Binaural
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua omni microphone yang di pasang pada telinga dari patung kepala buatan.


     




2.Coincident Pair

A.XY
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua cardioid microphone yang identic, dan head capsule dari mic di letak kan sedeket mungkin dan saling berhadapan membentuk sudut 90-135 derajat.


 


B.MS (Mid Side)
Adalah teknik miking dengan menggunakan figure eight microphone dan cardioid microphone yang di letakkan berdekatan.Cardioid mic menghadap kea rah sumber suara sedangkan figure eight mic menghadap left dan right.Dalam teknik ini di butuhkan satu processor yaitu MS decoder.




C.Blumlein Pair
Menggunakan teknik yang sama dengan XY, perbedaan nya adalah menggunakan dua figure eight microphone.

           





3.Near Coincident Pair

A.ORTF
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua cardioid microphone yang identic, dengan head capsule microphone yang menghadap berlawanan membentuk sudut 110 derajat.Teknik ini di sebut juga “near coincident pair”.




        

B.Baffled Omni Pair
Adalah teknik miking dengan menggunakan dua omni microphone yang identic yang di letak kan dengan jarak mengikuti jarak telinga kita.Dan di antara kedua mic di beri “buffle” / dinding / pemisah yang bersifat menyerap.





4.Decca Tree

Teknik ini di kembang kan oleh engineer engineer di Decca Records untuk merekam orchestra.
Teknik miking ini menggunakan tiga omni microphone yang di pasang pada stand mic khusus yang membentuk huruf T, dan di tempatkan di belakang conductor.







Proximity Effect

Proximity Effect adalah effect berupa penambahan level pada Low Frequency jika microphone di dekatkan dengan sumber suara.Effect ini terdapat pada directional microphone.


Terlihat di graphic Frequency Response pada jarak 5 cm terdapat peningkatan amplitudo yang signifikan pada rentang di bawah frequency 650Hz, jika di banding kan pada jarak 1m.




Sibilance

Adalah effect yang di hasilkan karena pengucapan yang memiliki unsur huruf konsonan ; c,s,t
Hal ini terjadi pada saat miking vocal, sibilance akan terdengar kurang nyaman jika berlebihan.Untuk mengatasi hal tersebut maka di gunakan De Esser.



Popping

Adalah noise yang di sebakan oleh hembusan udara yang berlebihan ke microphone,sehingga menimbulkan effect seperti “ledakan” pada loudspeaker.
Umumnya terjadi karena pengucapan huruf tertentu pada vocal dan juga hembusan angin.Untuk mengatasi nya di gunakan pop filter atau wind screen. 



Semoga artikel ini bermanfaat, dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.